Mba, Mbak dan Embak

Apakah teman-teman termasuk yang menulis sapaan perempuan “Mbak” dengan menghilangkan huruf ”k” di akhir kata?

Penulisan kata “Mba” sebagai sapaan cukup menggelitik sejak lama. Saya baru sadar bahwa banyak teman saya menghilangkan huruf “k” dalam penulisan kata “Mbak” sejak kurang lebih 1,5 tahun yang lalu.  Saya tiba-tiba disadarkan, bahwa banyak orang sudah latah menggunakan penulisan gaya ini. Bahkan teman-teman yang saya anggap mengerti tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar pun menulis “Mba” alih-alih “Mbak”.

Tahun lalu saya melontarkan pertanyaan “Sejak kapan huruf “k” ini hilang dari penulisan kata “Mbak”. Jawaban yang saya peroleh saat itu hanya jawaban kelakar yang tidak menjawab, atau justru merespon dengan terdiam-entah diam berpikir atau diam menghiraukan pertanyaan.

Dalam pencarian jawaban, beberapa bulan yang lalu saya tidak sengaja membaca curahan hati seorang perempuan di media sosial, saya lupa-Instagram atau Facebook. Perempuan tersebut bercerita bahwa ia merasa tersinggung dan menolak dipanggil “Mbak” karena ia bukan (berprofesi sebagai) pembantu. Membaca hal tersebut saya sebagai pembaca bertambah bingung. Sejak kapan  ada strata sosial untuk sapaan “Mbak”.  Tapi, mungkin ini jawaban yang saya cari-cari. Apakah mungkin ini sebabnya banyak teman yang menulis “Mba” alih-alih “Mbak”, yaitu (kemungkinan satu) untuk meningkatkan derajat sosial perempuan yang disapa, (kemungkinan dua) untuk maksud menyapa dengan sapaan yang lebih halus sehingga tetap terkesan menghormati atau menghargai, atau (kemungkinan ketiga) lebih keren menyapa dengan “Mba” daripada “Mbak”.

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, terdapat kata “Mbak”, dan tidak ditemukan kata “Mba”.

mbak n 1 kata sapaan terhadap wanita yang lebih tua di daerah Jawa;

mbakyu; 2 kata sapaan terhadap wanita muda

Tergelitik untuk berdiskusi, pagi ini ada kesempatan untuk melontarkan pertanyaan yang serupa di grup WhatsApp yang beranggotakan teman-teman yang secara terbuka tertarik (belajar) Bahasa Indonesia (lagi). Pertanyaan tersebut adalah “Sejak kapan dalam penulisan huruf “k” di akhir kata “Mbak” dihilangkan?. Lalu apa yang melatarbelakangi penghilangan huruf “k” dalam penulisan kata sapaan?.”

Beberapa respon teman-teman diantaranya adalah keputusan penulisan dengan “k” atau tidak, tergantung penuturnya; menggunakan huruf “k” lebih mantap; penghilangan huruf “k” bagai sayur tanpa daging; dan penghilangan huruf “k” seperti tukang sayur tanpa dagangan. Walau tampaknya jawaban tersebut adalah jawaban senda gurau, ada 2 jawaban yang bisa saya tangkap. Jawaban pertama, keputusan penggunaan kata tergantung pengguna sapaan (tentu saja!), dan kedua, penghilangan huruf “k” dalam penulisan kata “Mbak” tidak sesuai atau tidak tepat.

Seorang teman menambahkan bahwa dalam KBBI ada kata sapaan lain untuk perempuan, yaitu kata “Embak”. Kami otomatis bereaksi dengan berbagai pendapat, diantarannya bahwa kata “Embak” adalah kata percakapan, Bahasa alay, atau agak aneh diterapkan dalam kalimat. Seorang teman bahkan mencontohkan dengan menulis, “Embak mau kemana?”. Apakah penggunaan kata “Embak” terbaca janggal dalam kalimat tersebut?.  Ternyata jika dilihat dalam KBBI, keterangan untuk kata “Embak” adalah

embak/em·bak/ n cak (panggilan untuk) kakak perempuan (wanita yang dirasa lebih tua usianya); mbak.

Kata “cak” pada keterangan tersebut artinya adalah kata tersebut merupakan ragam cakapan. Saya mengambil kesimpulan bahwa dalam penulisan tetap ditulis “Mbak”.

Menariknya, ketika saya mengetikkan kata “Mba” pada mesin penelusuran Google, saya tidak menemukan kata “Mba” yang sesuai dengan arti sebagai kata sapaan. Saya hanya menemukan kata “Mbak” dan “Embak” dengan merujuk ke beberapa pranala.

Beberapa menit setelah pembahasan kata “Mba”, “Mbak, dan “Embak” di grup, seorang teman yang terlibat dalam diskusi mengirim pesan pribadi. Dalam pesan tersebut, berkelakar, ia meminta maaf tetap menyapa “Mba” dalam sapaannya kepada saya. Tentu saja saya tertawa, keputusan penggunaan kata “Mba” atau “Mbak” memang tergantung penuturnya.

Apakah ada teman-teman yang lebih paham mengenai perkembangan (perluasan, pemunduran atau penghilangan) penggunaan kata “Mbak” yang bisa berbagi ilmu?

Jakarta, 16 November 2016

Diposting juga pada Note Facebook, dan blog afadhillah.wordpress

4 thoughts on “Mba, Mbak dan Embak

  1. kayaknya penghilangan huruf “k” itu bukan cuma seputar soal si “mbak”, ya? semisal, banyak juga yang menuliskan “kakak” jadi “kaka”, “kayak” jadi “kaya”, “eek” jadi “ee”, hahaha #upsori. kalau boleh tambah asumsi sih: penghilangan huruf itu buat menghemat waktu mengetik saja, hahaha. mungkin ini fenomena yang sama dengan penyingkatan kata dalam berbahasa gaul di dunia maya. maf y klo ga bkenan :)) #cmiiw #dakumahapatuh

    Like

    1. Hai Mbak Diyday..
      Setelah membaca beberapa komentar di Facebook, tampaknya ada beberapa orang yang menghilangkan huruf-huruf memang dengan alasan untuk menghemat waktu. Cumaaa, errr, bukannya kita juga punya aturan baru menyingkat kata-kata ya? hehehe

      Alasan lain yang muncul, karena malas menulis. Dan cara menyingkatnya bisa sangat ekstrim menurut saya… hahahaha. Buat saya pribadi sih keterlaluan… ;D

      Like

  2. Terima kasih ulasannya
    kalau saya baru tahu
    kirain saya memang yang benar mba .. karena ya enak aja nyebutnya dibanding mbak.. yang seolah dalam pikiran saya mentok di huruf k… seperti saudara kita yang logat ngapak
    ternyata yang benar mbak ya

    terima kasih mbak… duh harus membiasakan ya ada huruf k nya

    anyway thanks sister

    Like

Leave a comment